Sesuai syariat Islam, sampai saat ini Negara Arab Saudi masih menerapkan hukum pancung terhadap terpidana mati kasus pembunuhan. Eksekusi bisa batal jika keluarga korban memaafkan dan pelaku diharuskan membayar diyat (uang pengganti) yang ditetapkan oleh keluarga korban. Syariat Islam memerintahkan hukuman mati dilaksanakan dengan cara dipenggal, bukan digantung atau ditembak. Sebelumnya Saudi pernah menerapkan hukuman mati dengan cara ditembak.
Memancung telah digunakan sebagai salah satu bentuk hukuman yang telah dilakukan selama pada masa seribu tahun. Pemancungan dengan menggunakan pedang, kapak, bahkan dengan senjata militer kadang-kadang dianggap sebagai salah satu cara terhormat untuk mati bagi seorang bangsawan, yang beranggapan bahwa sebagai prajurit, sudah seharusnya berharap mati dengan pedang dalam situasi apapun. Di Inggris ada anggapan bahwa pemancungan sebagai hak istimewa para pria terhormat. Pemancungan ini membedakan dari hukuman tidak terhormat (keji) dari membakar seseorang hidup-hidup diatas tumpukan kayu. Pada abad pertengahan di Inggris, sebuah pengkhianatan yang dilakukan oleh bangsawan akan dihukum pancung, bagi para pelaku bangsawan pria, termasuk ksatria, akan digantung, diseret dan ditarik dengan kuda. Untuk pelaku wanita akan dibakar hidup-hidup di atas tumpukan kayu.
Sejarah Hukuman Pancung
Hukuman pancung memiliki sejarah yang sangat panjang dan sulit diperkirakan asal usulnya, karena seperti hukuman gantung, hukuman pancung merupakan metode hukuman mati yang murah dan praktis dimana eksekusi hanya membutuhkan sebilah pedang atau sebuah kapak. Hukuman pancung biasanya dilakukan dengan menggunakan pedang, kapak, guillotine, atau bahkan dengan senjata militer. Hukuman pancung dahulu dianggap sebagai salah satu cara terhormat untuk mati bagi seorang bangsawan, yang beranggapan bahwa sebagai prajurit, sudah seharusnya berharap mati dengan tebasan pedang dalam situasi apa pun.
Di Inggris ada anggapan bahwa hukuman pancung merupakan hak istimewa para pria terhormat. Hukuman pancung ini akan membedakan seseorang dari terdakwa lainnya yang dihukum dengan cara yang tidak terhormat (keji) yaitu dengan dibakar secara hidup-hidup di atas tumpukan kayu.
Orang-orang Yunani dan Romawi menganggap hukuman pancung sebagai hukuman mati yang kurang menyakitkan dibandingkan metode hukuman mati lain yang digunakan pada saat itu. Oleh karena itu mereka menggunakan hukuman pancung jika terpidana adalah warga negara mereka sendiri. Sedangkan jika terdakwa adalah penduduk dari negeri lain, mereka akan menggunakan metode hukuman mati dengan cara disalib.
Hukuman pancung secara luas digunakan di Eropa dan Asia sampai abad ke-20, dan saat ini hanya Arab Saudi dan Iran yang masih menggunakan metode hukuman mati seperti ini. Qatar dan Yaman pun sebenarnya melegalkan hukuman mati dengan metode seperti ini, namun sampai saat ini belum ada eksekusi dengan metode ini yang dilaporkan.
Hukuman pancung berlaku di Inggris sampai dengan tahun 1747 dan merupakan metode hukuman mati standar di Norwegia sampai saat dihapuskan pada tahun 1905, Swedia (sampai tahun 1903) dan Denmark (sampai tahun 1892) dan digunakan untuk beberapa kelas tahanan di Prancis (Sampai penggunaan Guillotine di tahun 1792) dan di Jerman sampai dengan tahun 1938. Semua negara-negara Eropa yang sebelumnya menggunakan hukuman pancung sekarang telah benar-benar menghapuskan metode hukuman mati dengan cara ini.
Hukuman pancung juga digunakan secara luas di China sampai komunis berkuasa dan menggantikannya dengan hukuman tembak di abad ke-20. Jepang juga terbiasa memenggal kepala sampai akhir abad ke-19 sebelum beralih ke hukuman gantung.
Cara Eksekusi Hukuman Pancung
Pada hukuman pancung, terdakwa yang akan dieksekusi biasanya ditutup matanya sehingga mereka tidak dapat melihat pedang atau kapak yang datang menebas leher mereka agar mereka tidak dapat menghindar atau mengelak. Terkadang, dibutuhkan seorang asisten algojo untuk memegang rambut terdakwa yang akan dieksekusi untuk mencegah mereka bergerak. Hasil eksekusi hukuman pancung adalah pendarahan ekstrim seperti ledakan darah dari arteri dan vena yang terputus dari leher.
Hukuman pancung dapat dikatakan sebagai metode eksekusi yang manusiawi jika dilakukan dengan benar dimana hanya dibutuhkan satu tebasan cukup untuk memenggal kepala. Namun, karena otot dan tulang leher yang alot dan sulit dipotong, hukuman pancung biasanya memerlukan lebih dari satu tebasan pedang. Kesadaran mungkin akan hilang dalam waktu 2-3 detik, karena suplai darah ke otak hilang secara cepat. Orang yang dieksekusi akan meninggal karena otak tidak mendapat suplai darah dan oksigen karena perdarahan dan kehilangan tekanan darah dalam waktu kurang dari 60 detik. Kematian juga terjadi karena pemisahan otak dan sumsum tulang belakang, selain karena perdarahan besar-besaran yang terjadi.
Sering terjadi dimana mata dan mulut orang yang di eksekusi menunjukkan tanda-tanda gerakan. Hal ini dapat terjadi karena otak manusia memiliki cadangan oksigen yang cukup untuk metabolisme cadangan dan dapat dipakai untuk bertahan selama sekitar 7 detik setelah kepala terputus
Algojo Pancung
Algojo pancung bertugas mencabut nyawa terpidana mati. Di Arab Saudia terdapat sekitar enam algojo yang ditunjuk Pemerintah Arab Saudi. Abdallah bin Said al-Bishi adalah salah satu algojo pancung yang paling masyhur. Abdallah memulai tugas pertamanya pada 1991, sepekan setelah ayahnya, Said al-Bishi wafat. Umurnya waktu itu 32 tahun. Ia sempat terkejut setelah beberapa pejabat dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan surat pengangkatannya sebagai algojo. Hari pertama, ia langsung memancung tiga orang. Dengan pedang bernama “Sultan” warisan ayahnya, ia mengaku gugup saat pertama memenggal kepala orang. Pedang Sultan berbentuk melengkung seperti bulan sabit dengan panjang setengah meter.Hingga kini, ia mengaku telah memancung lebih dari 100 kepala.
Untuk memuluskan tugasnya, Abdallah hanya memakai pedang produksi Jowhar karena terbuat dari besi keras yang tidak mudah patah dan memang khusus untuk memancung kepala. Jowhar adalah sebuah kota kecil di Somalia, sekitar 90 kilometer sebelah utara Ibu Kota Mogadishu. Cara memenggal pun ada dua yaitu dengan cara horizontal dan vertikal. Masing-masing memerlukan pedang khusus. Ia menyebut “Qaridha” sebagai pedang spesialis pancung dengan cara vertikal.
Abdallah mengatakan tidak merasa berbeda saat akan memancung lelaki atau perempuan. Bahkan, ia mengaku pernah memenggal kepala teman-temannya yang menjadi terpidana mati. “Perbedaannya, kadang pria (yang akan dipenggal) tidak bisa mengendalikan kegelisahannya sehingga bingung duduk atau berdiri. Selain memenggal kepala, Abdallah juga melaksanakan hukuman potong tangan atau kaki. Bedanya, kalau pancung, korban tidak dibius sama sekali, sedangkan potong tangan dibius lokal. Ia menegaskan syarat utama menjadi algojo penggal adalah tidak boleh merasa iba terhadap orang yang akan dipancung. Jika saya merasa iba, ia akan menderita. Bila hati ini merasa kasihan, tangan bakal gagal.
Algojo ternama lainnya adalah Muhammad Sa’ad Al-Beshi.”Di negara ini, kami memiliki masyarakat yang memahami hukum Tuhan (Rabb)” katanya. ”Tidak ada yang takut terhadap saya. Saya punya banyak saudara dan teman di masjid. Saya memiliki kehidupan normal seperti orang-orang lain. Tidak ada yang aneh dalam kehidupan sosial saya.”
Al-Beshi memulai kariernya di penjara di Thaif sebagai petugas borgol dan menutup mata terpidana sebelum menjalani eksekusi pancung. Ketika ada lowongan, Muhammad Sa’ad Al-Beshi melamar dan langsung diterima. Tugas pertamanya pada 1998 di Jeddah. Terpidana diikat dan ditutup matanya. Dengan satu ayunan pedang, saya menebas kepalanya. Kepala menggelinding beberapa meter. Kala itu, banyak saksi yang muntah usai menyaksikan pemenggalan tersebut.
Kisah TKI Dipancung
Arab Saudi merupakan salah satu negara yang mempunyai sistem hukum yang berbeda dengan negara lain. Terlebih jika hukum tersebut menyangkut eksekusi hukuman mati. Oleh karena itu, tidak hanya Indonesia, beberapa negara lain pun kerap kesulitan jika warga negaranya tersangkut masalah hukum di negara Saudi.
Di sana mereka menerapkan hukum Islam berdasarkan Alquran. Dan hukum mereka itu juga berlaku hukum Qishash, yaitu hukuman mati terhadap pembunuh. Intinya, hukuman itu harus dibayar dengan nyawa dengan hukuman pancung. Dan masalah ini juga sebenarnya sudah menjadi kepedulian di dunia internasional..
Dalam setiap kasus hukuman mati itu, pengadilan Arab Saudi mempunyai beberapa tahap panjang untuk membuktikan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana bersalah atau tidak. Dia menuturkan, biasanya untuk menentukan vonis hingga eksekusi memerlukan waktu bertahun-tahun. Dalam tahapan panjang itu, pengadilan akan menentukan apakah tindakan dari pelaku pidana merupakan kejahatan murni atau hanya untuk membela diri.
Selain itu, keputusan keluarga korban sangat menentukan jadi tidaknya seseorang dieksekusi. Sebelum vonis itu ditetapkan, pengadilan akan menanyakan kepada keluarga terlebih dahulu kepada keluarga korban, apakah memaafkan atau tidak. Jadi sikap keluarga korban yang tidak mau memberi maaf, cukup menjadi modal untuk mengeksekusi.
Kalau memaafkan pun, itu dibagi dua, apakah dimaafkan murni atau memaafkan secara diyat (membayar denda). Bahkan ada juga cara-cara lain, seperti menghapal ayat-ayat di Alquran, seperti kasus Siti Zaenab, yang lolos dari hukuman pancung karena mampu menghapal 30 juz ayat suci pada 2009 lalu.
Kasus Ruyati binti Satubi, seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia yang dihukum mati pada Sabtu (18/6/2011) memang sangat sulit untuk meloloskannya dari vonis hukuman mati. Pasalnya, berdasarkan informasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Arab Saudi beberapa waktu lalu, Ruyati memang mengakui perbuatannya dari persidangan tahap pertama hingga akhir.
Dan keluarga korban juga tidak memaafkan. Jadi memang diperlukan usaha keras dalam kasus itu. Berbeda jika kita lihat kasus Darsem, TKI lainnya, yang sempat akan dihukum mati. Dia selamat karena terbukti di pengadilan kalau dia membunuh untuk membela diri karena ingin diperkosa. Keluarga korban pun menyadari, dan akhirnya dia dimaafkan, hanya dikenai denda.
Amnesty Internasional
Hukum pancung Arab Saudi belakangan ini kembali jadi sorotan Amnesty International. Tanpa memandang keyakinan hukum Islam yang berlaku, LSM ini menuntut Arab harus menghentikan hukuman mati karena melanggar HAM. Dalam pantauan Amnesty International dalam enam pekan ini terjadi lonjakan eksekusi pancung yang cukup tinggi. Tercatat, sebanyak 27 orang telah dipenggal sepanjang enam bulan pertama 2011. Jumlah ini menyamai jumlah total tahun lalul. Terbanyak dalam sebulan adalah Mei. Ketika sebanyak 15 orang dipancung bulan itu, atau setiap dua hari ada seorang yang dipancung. Dalam tahun 2009 terjadi 67 pemancungan. Jumlah itu turun drastis dari tahun sebelumnya yang hanya 102 pemancungan.
Tokoh Terkenal Yang meninggal karena hukuman Pancung
Alkitab
- Yohanes Pembaptis
- Yakobus
- Paulus dari Tarsus
- Guan Yu
- Anne Boleyn (1536)
- Catherine Howard (1542)
- Lady Jane Grey (1554)
- Mary, Ratu Skotlandia (1587)
- Sir Walter Raleigh (1618)
- Charles I, Raja Inggris dan Skotlandia (1649)
- Blackbeard (1718)
- Panama: Vasco Núñez de Balboa (1519)
- Marie Antoinette
- Louis XVI dari Perancis
- Madame du Barry
- Maximilien Robespierre
Irak
- Shosei Koda
- Kim Sun-il
- Kenneth Bigley
- Nick Berg
- Eugene Armstrong
- Jack Hensley
- Maher Kemal
- Barzan Ibrahim at-Tikriti
Swiss
- Wildhans von Breitenlandenberg dan 61 sahabatnya selama Pengepungan Greifensee dalam Perang Zürich Lama (1444).
- Paul Marshall Johnson, Jr.
No comments:
Post a Comment