Gara-gara salah menguburkan mayat korban kecelakaan, warga sekampung dihebohkan peristiwa mistis. Hampir setiap malam arwah itu mengetuk-ngetuk pintu rumah penduduk.
PERISTIWA mistis menghebohkan ini terjadi di sebuah desa di wilayah Wonogiri,belum lama ini yang lalu. Meski kejadian sudah cukup lama, namun asal mengingatnya orang-orang di desa itu jadi ngeri. Mungkin juga bagi para pembaca yang mengikuti kisahnya berikut ini.
Ketika itu, warga desa dimaksud diteror oleh kehadiran arwah gentayangan. Sang arwah hampir setiap malam mengetuk pintu-pintu rumah penduduk. Namun dari kejadian ini akhirnya warga menjadi tahu, telah terjadi kesalahan dalam menguburkan jenazah dimaksud.
Kejadian ini bermula ketika Masron, hendak berangkat merantau ke Jakarta. Sebagaimana pemuda-pemuda lainnya di desa itu, Masron ingin mengadu nasib di Ibu Kota. Hanya dengan berbekal ijazah SMP, Masron berangkat ke Jakarta menggunakan angkutan bus. Sebelum berangkat, kedua orangtuanya memberikan banyak wejangan.
“Hati-hati ya, Le. Di kota itu keadaannya tidak sama dengan di desa. Jangan mudah terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayu orang. Cari pekerjaan yang halal, jangan jadi pencuri atau maling!” pesan Saroji, ayahnya.
“Kalau bawa uang juga hati-hati. Di kota banyak copet dan jambret!” sambung emaknya.
Masron hanya mengangguk-angguk mendengar semua nasehat orangtuanya. Dia pun akhir berangkat dengan dilepas oleh kedua orangtuanya dengan deraian air mata. Maklumlah, baru kali ini Masron pergi jauh dari orangtua. Namun begitu, Saroji dan isterinya berusaha tetap tabah. Mereka mendoakan anaknya agar diberi keselamatan.
Malangnya, baru sehari Masron pergi, tiba-tiba keesokan harinya datang kabar bahwa Masron meninggal karena kecelakaan. Dia tewas terlindas truk di daerah Semarang. Berita ini disampaikan langsung oleh petugas kepolisan yang menangani kasus kecelakaan itu. Mereka mengetahui alamat Masron dari dompet yang ada di saku celananya. Di dalam dompet itu terdapat KTP dan tanda pengenal Masron lainnya. Bahkan uang yang dibawanya dari rumah masih utuh.
Mendengar kabar tragis ini, kontan saja kedua orang tua Masron shock bukan main. Ibunya menjerit histeris dan langsung jatuh pingsan. Sementara Saroji terduduk lemas, tak mampu lagi berdiri. Karena anak laki-laki yang menjadi tumpuan harapan mereka telah tiada.
Jenazah Dipulangkan
Karena jenazah Maron masih berada di rumah sakit yang ada di Semarang, maka polisi mengajak salah seorang keluarga Masron untuk mengambilnya sekaligus untuk proses administrasi. Sarijan, adik Saroji, diutus oleh keluarga besar untuk mengambil jenazah Masron. Ketika sampai di rumah sakit bersangkutan, Sarijan dibawa ke kamar mayat. Dia diberi kesempatan menengok jenazah Masroni yang sudah dimandikan dan ditutupi kain kafan.
Berhubung kondisi mayat Masron yang terluka cukup parah, kepalanya remuk tak berbentuk, membuat Sarijan tidak bisa mengenalinya lagi. Sarijan pun tak bisa melihatnya lama-lama, karena hatinya miris, ditambah rasa takut. Tapi dia meyakini mayat laki-laki itu adalah keponakannya. Lagipula, dari bukti dompet yang ditemukan polisi sudah jelas bahwa mayat itu adalah jenazah Masron.
Setelah menyelesaikan administrasi, jenazah Masron dibawa ke kampung halamannya dengan menggunakan mobil ambulans. Sesampai di rumah jenazah Masron yang sudah dimandikan, dikafani dan dimasukkan dalam peti mati di rumah sakit langsung diletakkan di tengah ruangan. Mengingat kondisi jenazah yang sangat parah, tidak seorang pun diperkenankan melihatnya. Bahkan orang tua Masron hanya diberikan kesempatan melihat sekilas saja melalui celah peti mati. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan shock berat. Mereka hanya tinggal mensholatinya saja.
Kontan saja peristiwa ini membuat seisi desa jadi heboh. Kabar tentang arwah penasaran Masroni tersebar kemana-mana. Warga desa jadi takut untuk keluar rumah pada malam hari. Mereka tak berani membukakan pintu bila ada yang mengetuk. Mereka benar-benar dicekam kengerian dan ketakutan.
KONDISI ini tentu saja membuat sedih keluarga Saroji. Mereka tak mengerti, kenapa arwah Masroni jadi penasaran dan mengganggu warga desa. Padahal seumur hidupnya Masroni tidak pernah berbuat cacat cela. Dia juga anak yang rajin bekerja.
Apakah karena dia mati dalam keadaan tragis, terlindas ban truk, sehingga arwahnya menjadi tidak tenang, demikian pikir Saroji. Suasana menegangkan dan mencekam yang menyelimuti warga desa mencapai puncaknya tatkala pagi yang masih berselimut kabut, Masroni muncul di jalan desa. Dia berjalan sambil menenteng tas ransel menuju ke rumahnya. Banyak warga yang tercengang dan lari ketakutan. Mereka bersembunyi di dalam rumah masing-masing.
Sikap para tetangga yang tampak ketakutan melihat kehadirannya itu membuat Masroni jadi heran. Sesampai di rumah, Masroni juga menghadapi hal sama. Orang tua dan saudara-saudaranya tampak ketakutan. Mereka berteriak-teriak memintanya pergi.
“Ayo, pergi! Jangan ganggu kami!” seru Saroji, ketakutan.
“Lho, Pak, Bu! Ada ada apa ini sebenarnya? Kenapa semua orang jadi ketakutan melihat saya? Saya ini Masroni, Pak. Saya baru datang dari Jakarta,” tegas anak muda itu.
“Kamu bukan Masroni, kamu arwah gentayangan! Masroni anakku sudah mati,” kata Saroji.
“Astaghfirullah, Pak! Omongan macam apa ini? Saya benar-benar Masroni, anak Bapak. Coba Bapak perhatikan baik-baik, aku masih menginjak tanah. Lagi pula mana ada hantu gentayangan di hari yang sudah terang begini?”
Karena ucapan Masroni begitu meyakinkan, kedua orang tua itu baru sadar. Orang yang berdiri dihadapan mereka benar-benar Masroni. Mereka lalu menghambur memeluk Masroni dan menangis sejadi-jadinya. Mereka senang, karena Masroni ternyata belum mati.
Masroni merasa bingung dengan kejadian ini. Setelah tangis kedua orang tuanya reda, mereka baru bisa menceritakan apa yang telah terjadi. Masroni mendengarkan dengan seksama cerita orang tuanya sambil sesekali tampak terperangah.
“Wah, pantas semua orang takut melihat saya. Rupanya saya dikira sudah mati. Padahal semua itu tidak benar!” cetus Masroni agak geli.
“Kalau begitu, siapa mayat yang pernah kami kuburkan itu?” tanya Saroji, seperti menggumam.
“Yah, mungkin ini ada kaitannya dengan kejadian yang saya alami, Pak. hari itu, sewaktu saya berangkat ke Jakarta menggunakan bus dan berhenti di daerah Semarang, saya turun sebentar untuk mencari makanan. Tiba-tiba ada orang yang menyenggol saya. Waktu itu saya tidak sadar. Baru ketika saya naik kembali ke dalam bus dan melanjutkan perjalanan, saya baru tahu dompet saya kecopetan. Saya yakin dompet itu dicopet orang yang menyenggol saya waktu berhenti di Semarang. Kemungkinan korban kecelakaan yang dikira mayat saya, ya si pencopet itu,” jelas Maroni sambil mengingat-ingat.
“Kenapa kamu tidak memberitahukan kepada kami kalau kamu masih hidup? Setidaknya kamu kan bisa kirim kabar kalau sudah sampai di Jakarta?”
“Ya, saya mana tahu dengan kejadian di sini, Pak. Begitu sampai di Jakarta, saya langsung ke rumah Pakle Hadi. Saya lalu menceritakan kejadian yang saya alami. Oleh Pakle saya disuruh tinggal sementara di rumahnya. Tapi entah kenapa, saya merasakan ada firasat aneh. Sepertinya ada yang membisikan saya untuk segera kembali ke kampung lagi. Soalnya semua uang yang saya bawa benar-benar ludes diambil oleh si pencopet. Saya tidak mau membebani Pakle kalau hanya hidup menumpang. Saya lalu nekad pinjam uang sama Pakle dan membeli tiket pulang ke kampung. Niat saya mau minta sangu lagi sama Bapak. E....tidak tahunya di sini telah terjadi kehebohan!” (bersambung/int/rul)
No comments:
Post a Comment