Wednesday, 9 February 2011

Legenda Siti Nurbaya di Tanah Minang

Jika berbicara Sumatera Barat sepertinya tidak pernah habis dengan cerita rakyat atau urban legend. Sebut saja salah satunya yakni kisah “Siti Nurbaya”.

Langsung saja kerutan dahi kita mengingat peristiwa nikah paksa yang dilakukan seorang pengusaha tamak bernama Datuak Maringgih, terhadap anak Bagindo Sulaiman, Siti Nurbaya.

Padahal Siti telah dijodohkan oleh Syamsul Bahri sejak mereka masih kecil. Namun karena utang terhadap Datuak Maringgih, akhirnya Sulaiman merelakan anak gadisnya untuk dinikahkan pria berusia senja tersebut.

Namun karena cintanya dengan Syamsul Bahri, Siti akhirnya mengakhiri hidupnya dengan memakan lemang beracun. Belakangan Syamsul dan Datuak Maringgih bertemu di medan perang dan akhirnya keduanya meninggal dunia.

Iya sepenggal cerita bersejarah ini menjadi populer sekira 1980-an. Saat itu televisi nasional di Indonesia memfilmkan buku yang ditulis oleh seorang sastrawan bernama Marah Rusli pada 1922 lalu.

Cetakan dari Balai Pusataka ini pun menjadi kisah “Romeo dan Juliet” versi Sumatera Barat yang tak lekang oleh zaman. Bahkan salah satu band ternama di Indonesia membuat lagu berjudul “Siti Nurbaya.”

Legenda ini memang menjadi cerita bersejarah tidak hanya bagi warga yang terkenal Jam Gadang itu, namun cerita ini sudah menjadi dongeng rakyat Indonesia.

Namun apakah Anda tidak penasaran dengan kebenaran legenda itu? Benarkah cerita itu dalam kenyataan atau hanya memang menjadi cerita semata.

Beberapa waktu lalu okezone mencoba penelusuran mengenai cerita rakyat tersebut. Penulis pun mendapat kabar adanya makam “Siti Nurbaya” berada di  Gunung Padang.

Tanpa menunggu waktu, penulis pun memulai perjalanan ke gunung yang berjarak sekira dua kilometer dari pusat kota. Membutuhkan waktu sekira 15 menit dengan mengendarai motor penulis bisa mencapai kaki Gunung Padang.

Penulis tidak perlu mengeluarkan uang untuk mencapai bukit setinggi 400 meter tersebut. Karena memang Pemerintah Provinsi tidak menyediakan loket penjualan karcis untuk memasuki gerbang “dahulu kala” itu.

Kaki penulis pun seakan tak lelah melintasi jalan setapak selebar satu meter itu. Bayangan akan sejarah tak ternilai itu pun melecut penulis untuk terus mencapai makam tersebut.

Setelah berjalan selama 30 menit, penulis pun menemukan pondok peristirahatan. Napas penulis yang mulai “kembang kempis” pun mencoba di normalkan sembari menyelonjorkan kaki yang sudah keras akibat jalan menanjak.

Namun jangan khawatir, perjalan menuju jalan ini mata penulis seakan dimanjakan dengan pemandangan Kota Padang. Indahnya kota Gadang itu dan semilir angin, membuat badan penulis kembali bangkit.

Beberapa menit setelah istirahat, penulis pun kembali melanjutkan perjalanan menuju makam kekasih Syamsul Bahir itu. Jalan setapak yang berliku dan menanjak itu tidak menyurutkan penulis untuk melangkahkan kaki.

Di jalan ini penulis harus ekstra hati-hati. Pasalnya, tangga dibuat oleh pemerintah sudah berlumut dan licin. Sebelum mencapai makam Siti Nurbaya, penulis dihadapkan dengan persimpangan jalan.

Jika penulis mengambil jalan lurus, maka akan mencapai Gunung Padang. Dan kalau mengambil arah kanan akan menemukan makam Siti Nurbaya. Penulis pun mengambil jalan ke arah itu.

Sampai di sini, penulis pun harus menempuh perjalanan menunduk dan turun sejauh 5 meter. Tak berapa lama, penulis akhirnya menemukan sebuah kuburan yang diselimuti kelambu putih.

Makam yang terbuat dari sebagian besar semen tersebut, terlihat indah dengan latar belakang pemandangan turunnya matahari atau sun set. Sayangnya nisan dari semen tersebut tidak terlihat jelas nama jasada yang dimakamkan.

Warga sekitar menyakini makam tersebut sebagai makam Siti Nurbaya. Kuburan yang terlihat sedikit kusam itu tampak diapik dua buah batu. Bahkan dalam kondisi tertentu makam ini banyak didatangi warga.

Syahbudin Abas (43), warga sekitar, belum terlalu yakin bahwa makam tersebut adalah makam istri kesekian Datuak Maringgih. Namun dia mengakui berdasarkan cerita warga sekitar makam itu adalah Siti Nurbaya.(kem)

Misteri Makam Siti Nurbaya yang Dikeramatkan

Makam keramat yang dipercaya milik Siti Nurbaya (Foto: Rus Akbar/okezone)
Makam Siti Nurbaya yang konon berada di Gunung Padang masih menjadi misteri. Simpang siurnya pemilik makam itu, membuat warga luar Gunung Padang menganggap sebagai tempat keramat.

Sejumlah warga yang datang ke makam itu ternyata bukan hanya ingin menikmati sejarah, namun kerap dijadikan tempat persemedian. Hal ini dibenarkan oleh Syahbudin Abas (43), warga sekitar.

Pria yang kerap mendampingi para peziarah itu mengatakan, tidak jelasnya pemilik makam tersebut membuat warga tidak bisa menolak pengunjung yang ingin melakukan ritual tertentu.

Dia menceritakan, peziarah yang datang ke kuburan tersebut bukan hanya satu atau dua orang, sesekali ada rombongan yang datang. Salah satu waktu yang diminati yakni menjelang hari raya Idul Adha.

“Dalam seminggu itu pasti ada orang yang datang bersemedi ke makam, tidak hanya dari Padang di luar Padang juga ada yang datang, seperti Medan bahkan dari Jawa juga ada yang sampai ke sini,” ujarnya.

Mereka umumnya melakukan ritual pertapaan selama 1 hari hingga 2 minggu. Mereka percaya jika ritual tersebut dilakukan, maka keinginanya untuk menjadi orang sukses akan terwujud.

“Ada yang minta kaya, minta anak, minta kelulusan banyaklah. Kita kan tidak tahu apa tujuan mereka, yang jelas kita hanya mengantarkan mereka ke kuburan,” tuturnya.

Biasanya kalau ada yang terpenuhi cita-citanya akan kembali ke makam untuk menunaikan nazarnya. “Kelambu itu bukan warga sini yang memberikan tapi orang yang terpenuhi nazarnya dan mereka memberikan kelambu di atas makam tersebut,” ujarnya.

Yang lebih mengherankan ada warga Sungai Limau, Pariaman, bernama Munir atau lebih dikenal Buyuang Katuang pernah datang ke kuburan Siti Nurbaya.

Pria yang kerap disapa Bang Udin ini menjelaskan, Munir mengaku sebagai keturunan Siti Nurbaya. Namun dia tidak pernah lagi datang berziarah ke kuburan itu.

“Saat datang dia sudah sangat tua. Semenjak datang berziarah ke makam tersebut beberapa tahun lalu sampai saat ini tidak pernah datang lagi,” paparnya.

Namun yang paling mencengangkan cerita warga Padang Kapeh yang melakukan ritual sekira tahun 2000-an.

“Dia bersemedi di makam itu selama dua minggu, mereka bertujuan bersemedi itu untuk mendapat mukjizat atau mendalami ilmunya. Namun setelah bersemedi ia mengatakan kepada saya bahwa yang bersemayam dalam kuburan itu bukan perempuan tetapi laki-laki,” katanya.

Bang Udin memang pernah mendapat kabar makam itu bukan kuburan Siti Nurbaya. Sebagian menyakini makam tersebut milik seorang Syekh dari Banten.

“Dulu kan tidak seperti ini, warga yang menemukan kuburan itu hanya berupa gundukan tanah dan memiliki dua batu mirip batu nisan. Setelah diperhatikan batu itu bertuliskan Syekh bukan Siti Nurbaya, namun setelah pemugaran makam tersebut nama yang sebelumnya ditulis itu sudah dihapus. Saya dapat info bahwa makan itu milik seorang Syekh dari Banten, dan keberadaan kuburan ini sudah ada pada tahun 1918 lalu,” ujarnya.

Namun sebagian warga masih menyakini makam tersebut sebagai makam “Siti Nurbaya”. Meski demikian, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat harus segera turun tangan.

Ini dilakukan agar warga mengetahui apakah benar makam tersebut milik Siti Nurbaya atau memang makam seorang Syekh. Sehingga warga tidak terjebak dengan polemik yang berkepanjangan.(kem)

Manusia Tanpa Kepala Penunggu Makam Siti Nurbaya

Makam tua yang diduga sebagai makam Siti Nurbaya di Gunung Padang, ternyata menyimpan sejuta kekeramatan. Sejumlah kejadian aneh pun terjadi di makam yang konon tempat persemayaman terakhir kekasih Syamsul Bahri itu.

Syahbudin Abas (43), warga sekitar, mengatakan makam yang diapit dua batu besar tersebut ditunggu oleh makhluk gaib. Penampakannya pun beragam, mulai dari kakek tua hingga manusia tanpa kepala.

Pria yang kerap disapa Bang Udin itu menceritakan, para peziarah yang melakukan pertapaan kerap diganggu oleh para penunggu. Mereka menilai gangguan itu sebagai ujian bagi para pertapa yang ingin impiannya terwujud.

“Tak jarang mereka yang pulang dari sana kesurupan, dan akhirnya harus kembali ke sini untuk disembuhkan,” kata pria yang memiliki ilmu kebatinan tersebut.

Pengalaman ritual pun pernah dialaminya pada 1979 lalu. Saat itu Bang Udin menjadi pengontrak kebun cengkeh dan termasuk orang kaya di kawasannya. Ketika itu datang kakek tua berjenggut putih memakai baju koko putih dan kain sarung petak-petak merah serta mengenakan kopiah warna hitam.

“Dia datang ke rumah meminta cengkeh, namun cengkeh itu harus diambilnya sendiri. Tentu kita tidak mau, namun ia ngotot. Setelah mengambil cengkeh segenggam, kakek itu pun berjalan untuk menjenguk pergi ke kuburan itu sambil berdoa,” tuturnya.

Ketika itu, sang kakek diantarkan oleh ayah mertuanya bersama anaknya. Setelah berdoa pria lanjut usia itu memberikan satu genggam buntalan kain pada anaknya dan menyuruh mereka pulang. Namun anak dan mertuanya tidak mau.

“Katanya dia akan menjenguk Malin Kundang jadi mereka pergi dulu, tapi tetap tak mau sehingga tetap berdiri di dekat kuburan itu. Tanpa banyak kata lagi kakek itu langsung menghilang begitu saja, anak saya terkejut atas kejadian itu,” paparnya.

“Dua tahun yang lalu ada dua orang pemuda datang ke sini, mereka meminta akan melakukan semedi di kuburan itu. Saya tanyakan ke mereka apakah mereka tak takut? Apakah mereka siap mental? Dan mereka menyatakan sudah siap,” tandasnya.

Sebelum melakukan ritual tersebut, kedua laki-laki itu melaksanakan salat maghrib di rumah Bang Udin. Setelah salat saya langsung mengantarkan mereka ke makam.

“Namun saat salat Isya, kedua pemuda itu turun dalam keadaan terengah-engah. Mereka menceritakan melihat orang tanpa kepala mendatangi mereka saat bersemedi, sehingga mereka lari,” katanya sembari tersenyum.

Ritual semedi marak saat musim undian toko gelap (togel). Untuk memperoleh keberuntungan, mereka rela bersemedi semalam suntuk agar mendapatkan nomor keberuntungan.

Sebenarnya kawasan itu memang memiliki tuah, tak hanya para petapa yang mengalami hal yang aneh anak muda seperti mahasiswa dan siswa yang rekreasi ke daerah itu kerap mengalami kejadian aneh.

“Sepulang dari sana ada yang sakit, kesurupan dan bahkan ada yang lupa ingatan. Mereka kembali datang ke sini untuk diobati, ya tentu kita terima untuk mengobati mereka,” ungkap Udin yang lupa sudah berapa banyak pasien yang diobatinya.

Bang Udin berkisah banyak penyebab mereka kesurupan, mulai karena bersikap sudah melewati kesopanan, ada juga yang berbahasa kotor dan melakukan mesum di lokasi ini.

“Kalau sudah seperti itu saya jamin penghuni Gunung Padang ini akan marah dan masuk ke tubuh mereka,” terangnya. Nah, jika datang ke Gunung Padang harus menjaga sikap terhadap kelestarian alam di daerah ini.(kem)

 sumber : http://news.okezone.com/read/extend/2011/02/08/345/422668/manusia-tanpa-kepala-penunggu-makam-siti-nurbaya

 


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment