Monday, 22 November 2010

Mengunjungi Naypyitaw, Ibu Kota Myanmar yang Misterius

Di Indonesia, pemindahan ibu kota masih berupa wacana. Myanmar yang kondisinya jauh tertinggal dari Indonesia sudah melakukannya lima tahun lalu. Tidak mudah bagi orang asing masuk ke Naypyitaw, ibu kota anyar tersebut.
========================
TOMY C. GUTOMO, Naypyitaw
========================


SEJAK 2005, pemerintah junta militer Myanmar memindahkan ibu kotanya dari Yangon ke Naypyitaw. Secara internasional, kota itu lebih dikenal dengan sebutan Naypyidaw. Letaknya 320 km ke arah utara Yangon. Tidak begitu jelas alasan pemerintah memindahkan ibu kota negara. Padahal, Kota Yangon sebenarnya belum seruwet Jakarta. Jalanan di Yangon tidak pernah macet. Apalagi, Yangon, kota terbesar di Myanmar, terlarang bagi motor.

Dalam bahasa Myanmar, Naypyitaw berarti istana kerjaan. Bisa juga diartikan singgasana raja. Sejak 6 November 2005, seluruh kantor pemerintahan pusat di Myanmar boyongan ke kota tersebut. Mulai Kantor Pyithu Hluttaw (parlemen), Amyotha Hluttaw (majelis tinggi), Mahkamah Agung, kantor perdana menteri, semua kementerian, dan tentunya singgasana pemimpin tertinggi junta militer Jenderal Senior Than Shwe. Segala urusan yang berkaitan dengan pemerintah pusat harus dilakukan di Naypyitaw. Nama resmi Naypyitaw diumumkan saat Hari Tentara Nasional Myanmar pada Maret 2006.


Hanya, tidak semua orang bisa masuk ke Naypyitaw. Orang asing yang bebas masuk ke kota tersebut hanyalah diplomat. Itu pun biasanya atas undangan pemerintah setempat. Warga asing yang akan masuk Naypyitaw harus memakai visa khusus. Misalnya, turis dari Indonesia ingin pergi ke Naypyitaw. Maka, saat aplikasi visa di Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta, dia harus sekaligus mengajukan izin masuk ke Naypyitaw. Harus menyebutkan secara rinci tempat-tempat yang akan dituju di kota tersebut. 
Sedangkan wartawan tentu tidak mungkin secara legal masuk ke kota tersebut. Jangankan masuk ke Naypyitaw, mengunjungi Yangon saja dilarang. 

Bahkan, tiga tahun lalu warga Myanmar tidak bebas masuk ke Naypyitaw. Hanya pekerja proyek dan pegawai kantor pemerintahan yang bisa masuk dengan pas khusus. Sekarang, meski penjagaan sudah tidak seketat tahun-tahun sebelumnya, warga Myanmar tetap merasa tidak bebas masuk ke Naypyitaw. 

Untuk menuju Naypyitaw dari Yangon, pengunjung bisa melalui jalur darat atau udara. Untuk pesawat, sejumlah maskapai local, seperti Myanmar Airways, Yangon Airways, Air Mandalay, dan Air Bagan, sudah melayani penerbangan ke Naypyitaw. Hanya 45 menit penerbangan dari Yangon ke Naypyitaw. 
Harga tiketnya sekitar USD 40 atau Rp 360 ribu. Kalau tidak memiliki izin resmi untuk masuk ke Naypyitaw, sebaiknya pengunjung tidak naik pesawat. Sebab, Bandara Naypyitaw merupakan bandara militer. Pemeriksaan di bandara itu lebih ketat daripada pemeriksaan melalui jalan darat. 

Selain itu, penerbangan terakhir Naypyitaw-Yangon pukul 12.00. "Kalau dari Yangon pagi, tidak bisa pulang hari itu juga. Harus menginap," tutur Maung Oo, petugas biro perjalanan Exotic Myanmar.


Untuk jalur darat, pengunjung bisa naik bus atau kereta api ke Pyimana, kota terdekat yang berjarak 2 mil dari Naypyitaw. Bisa juga sewa mobil dari Yangon. Jawa Pos yang mengunjungi Naypyitaw pada Jumat (19/11) memilih menyewa taksi dari Yangon. 
Sewa taksi di Myanmar untuk tujuan Naypyitaw sangat mahal. Biayanya mencapai USD 300 untuk satu hari pergi-pulang. Itu pun, mobilnya sedan Toyota Cresta keluaran 1987 tanpa AC. Sebenarnya, sudah ada taksi bagus di Yangon. Yakni, taksi Parami. Mobil yang digunakan berupa VW Golf dan ber-AC. 

Tapi, kalau naik Parami, USD 300 hanya berlaku untuk dropping. Taksi di Myanmar mau mengantar turis ke Naypyitaw dengan syarat turis tersebut memiliki wajah mirip orang Myanmar. Sopir taksi tidak berani mengantar turis bule atau kulit hitam.
Dengan mobil, jarak 320 km bisa ditempuh dalam waktu 4?5 jam. Sudah ada tol sepanjang 200 km yang rampung pada 2009. 

Tarif tolnya cukup murah, hanya Ks 2.500 atau sekitar Rp 25 ribu. Bandingkan dengan tol Jakarta?Bandung yang jaraknya lebih pendek, tarifnya hampir Rp 100 ribu. "Selama perjalanan, juga wajib mengenakan longyi (sarung) agar turis semakin meyakinkan sebagai orang Myanmar," kata Maung Moe, pengemudi taksi yang mengantar Jawa Pos.

Tol ke Naypyitaw sangat sepi. Sedikit sekali kendaraan yang melintas. Pemandangannya juga membosankan, hanya hamparan sawah. Untuk yang sering buang air, kondisi itu agak repot. Sebab, hanya ada satu rest area di km 115. Rest area tersebut cukup besar dan bersih. Ada lima restoran besar dengan menu khas Myanmar, Thailand, Tiongkok, maupun India yang siap melayani pengunjung. Juga terdapat penginapan yang disediakan bagi pengemudi yang kelelahan. 

Begitu keluar dari tol, akan ada check point. Semua kendaraan disuruh berhenti. Petugas akan memeriksa identitas pengemudi dan seluruh penumpang. Kalau tidak mau ribet, mereka bisa memberikan sejumlah uang kepada petugas dan mobil dapat melaju lagi.

Masuk ke Naypyitaw, pengunjung akan disambut dengan jalanan yang sangat lebar. Bahkan, ada jalan yang dibuat menjadi delapan lajur untuk satu arah. Siang saja, kondisinya masih sangat sepi. Sangat sedikit mobil atau motor yang melintas. Myanmar, tampaknya, memang menyiapkan Naypyitaw sebagai kota metropolitan. Jalanan yang lebar merupakan antisipasi terhadap kepadatan lalu lintas yang mungkin terjadi pada tahun-tahun mendatang.

Meski masih sepi, sudah terlihat perencanaan kota yang matang. Perhotelan berada di kawasan pintu gerbang. Sudah ada belasan hotel yang berdiri di sana. Kawasan perbelanjaan dan restoran juga disendirikan. Begitu juga kawasan perkantoran pemerintah dan perumahan.

Belum banyak warga yang tinggal di Naypyitaw. Hanya pegawai pemerintahan dan pekerja setempat yang tinggal di sana. Selain itu, masih banyak tanah kosong. Namun, pemerintah Myanmar sudah membangun puluhan flat atau rumah susun. Semua warga tinggal di flat-flat tersebut. Mungkin upaya itu bertujuan mengantisipasi migrasi warga dari berbagai kota bila dalam beberapa tahun mendatang Naypyitaw sudah hidup. 

Semua kantor pemerintahan menjorok ke dalam. Yang terlihat dari pinggir jalan hanyalah papan nama kantor tersebut. Gedung kantor masih masuk lagi 200?300 m. 

Khusus kantor kepala negara, kepala pemerintahan (perdana menteri), parlemen, dan Mahkamah Agung berada di kompleks tersendiri yang jalan masuknya dijaga tentara Myanmar. Sopir taksi yang mengantar Jawa Pos tidak berani masuk ke kawasan tersebut. "Kita tidak punya alasan untuk masuk ke sana," ucap Maung Moe.

Di Naypyitaw, terdapat beberapa tempat menarik. Salah satunya adalah Pagoda Uppasanti di bagian selatan Naypyitaw. Pagoda tersebut juga sering disebut sebagai replika Pagoda Shwedagon, pagoda terbesar di Yangon. 



Di pagoda itu, nanti dipajang patung Buddha batu yang persis dengan patung Buddha di Candi Borobudur. Patung tersebut merupakan pemberian pemerintah Indonesia pada Juni 2010. Dubes Indonesia Sebastianus Sumarsono menyerahkan patung tersebut kepada menteri agama Myanmar untuk memperingati 60 tahun hubungan Indonesia-Myanmar. Kementerian agama setempat masih menyiapkan tempat di salah satu sudut Pagoda Uppasanti untuk patung dari Indonesia itu. 

Tempat menarik yang bisa dikunjungi adalah Gem Museum, yang memajang banyak batu dan perhiasan khas Myanmar. Ada banyak taman di Naypyitaw. Di hampir setiap sudut kota, dibangun taman. Yang paling besar adalah Water Fountain Garden di samping Gem Museum. Bila malam, terdapat atraksi air mancur di taman tersebut. Semua kegiatan di Naypyitaw berhenti pada pukul 20.00. "Setelah waktu itu, polisi meminta warga pulang ke rumah masing-masing," jelas Sandar Win, warga Naypyitaw. (*/c11/dos)

sumber : 

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment